SURABAYA – Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan. Setidaknya ada 2 jenis air tanah, yaitu air tanah dangkal (air sumur) dan air tanah dalam (air tanah artesis). Air tanah tersimpan dalam diantara butiran lapisan batuan dan diantara rekahan batuan. Masyarakat sudah akrab dengan air tanah ini dan selama ratusan tahun telah menggunakan air tanah atau air sumur karena merupakan salah satu sumber air bersih yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Penggunaan air sumur pun beragam, mulai dari kebutuhan sanitasi hingga air minum sehari-hari. Dulu kita menggunakan air tanah (air sumur) untuk keperluan sehari hari dan kita ikut memelihara lingkungan agar kuantitas air sumur dan kebersihannya terjaga. Selama ini masyarakat mengetahui bahwa air tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui melalui proses siklus air yang sudah diajarkan selama ini. Artinya ada kawasan tempat meresapnya air dan ada kawasan tempat keluarnya air.
Baca juga:
Pesantren Dan Matinya Gerakan Sosial
|
Pertumbuhan penduduk akan peningkatan kebutuhan air dan kemajuan industri dan teknologi membutuhkan jumlah air yang lebih banyak lagi. Melihay kebutuhannya yang sangat besar dalam waktu singat, maka teknologi pompa air pun semakin canggih. Kebutuhan yang besar namun tidak diikuti upaya konservasi kawasan resapan air tanah maka mulai muncul permasalahan. Salah satu permasalahan yang pelik adalah amblesan.
Air tanah berada di pori-pori batuan yang semulanya terisi air setelah di ekstrasi menjadi kosong ketika air dipompa naik ke atas permukaan. Antar butiran di bawah tanah terjadi pemadatan, sehingga akhirnya tanah bisa ambles hingga bangunan dan infrastruktur di sekitarnya mengalami kerusakan. Pengambilan air tanah tidak terkontrol serta tidak sesuai dengan ketersediaannya, sehingga berdampak pada kualitas dan kuantitas sumber air tersebut. Akibatnya, ketersediaannya semakin berkurang dan menyebabkan krisis air tanah di beberapa daerah di Indonesia.
Potret peneliti senior MKPI ITS, Dr Ir Amien Widodo MSi.
Salah satu contoh pemanfaatan air tanah oleh petani untuk mengairi sawahnya ternyata dilakukan secara tidak bijak. Petani banyak yang memakai sumur bor untuk bisa mengairi sawahnya. Penggunaan air sumur bor ini sendiri dilakukan secara terus menerus meski musim hujan dan berlangsung 24 jam. Ini terjadi karena sumur bor yang digunakan mereka tanpa diberi keran untuk bisa mengatur kapan air itu dibutuhkan atau tidak. Dan kondisi ini diperparah dengan belum adanya aturan spesifikasi dan jarak antar sumur bor.
Padahal semua tahu bahwa untuk mengairi sawah tidak harus menggunakan air tanah sebab kelas air tanah termasuk kelas A (air minum). Dampak akibat pengambilan air tanah oleh petani diantaranya banyak air yang terbuang percuma dan penurunan muka air tanah (air sumur) di kawasan pemukiman di sekelilingnya.
Beda lagi di perkotaan, air kemasan benar-benar telah mengubah cara pandang kita terhadap air sumur. Mereka bisa memengaruhi hampir seluruh masyarakat bahwa air mineral kemasan adalah air yang terbaik dan menyehatkan. Air mineral kemasan mengubah segalanya, kita jadi abai terhadap kuantitas dan kualitas air sumur, bahkan cenderung kita ditakut-takuti kalau air sumur itu tidak bersih, tidak higienis, dan tidak sehat. Pemerintah yang mestinya mengatur pun malah ikut terpangaruh.
Kebutuhan air mineral ini sudah menjadi bagian hidup seluruh masyarakat. Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum terlayani dengan baik dengan air bersih yang disediakan pemerintah (PDAM) sehingga mereka menggunakan air sumur yang tidak dipelihara kebersihannya. Seperti air tanah di perkotaan atau di kawasan padat penduduk umumnya tidak memperhatikan pencemaran air sumur mereka, walau mulai ada perubahan warna, bau dan kekeruhan khususnya saat musim kemarau. (**)
Baca juga:
Kisah Wasiat Kiai As'ad Syamsul Arifin
|
Surabaya, Selasa 22 Maret 2022
Ditulis oleh: Dr Ir Amien Widodo MSi Dosen Departemen Teknik Geofisika Peneliti Senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) ITS.